Awal-awal kuliah seni rupa dulu, gue lumayan sensi kalo denger komentar semacam "enak ya, kuliahnya gambar doang".
Sebel. Soalnya kenyataannya, "gambar doang" itu nggak ujug-ujug lahir, ada prosesnya. Dari mulai nentuin permasalahan yang mau diangkat, nentuin konsep, nentuin visual yang pas, bikin beberapa alternatif, asistensi ke dosen, matengin konsep, asistensi lagi, matengin lagi, gitu terus sampe akhirnya jadi. Ketika denger "kuliah gambar", jangan langsung mikir gambar semacam gambar-gambar portrait artis atau doodle-doodle lucu yang suka ada di Instagram. Buat kuliah seni rupa, "kuliah gambar" ini juga berarti punya konsep, makna, dan visual yang oke tapi nggak terlihat cheesy ataupun preachy. Kepekaan rasa harus diolah, makanya suka bingung 'kan kenapa karya-karya seni di galeri itu banyak yang nggak bisa sekali liat langsung ketebak makna dan latar belakangnya? Belum lagi kalo kudu masukin teori seni, hih!
Tapi, yang dibahas kali ini bukan gimana kuliah gue itu.
Semakin berumur, gue semakin menyadari sesuatu. Kalo ternyata emang kuliah gue "enak, gambar doang". Harus gue akui itu. Kuliah karena emang suka dan kuliah karena butuh itu bedanya jauh banget. Kebetulan gue punya banyak temen anak Teknik, yang bikin gue bersyukur masuk seni rupa tiap kali nggak sengaja liat materi kuliah mereka. Jangan tanya gue kayak apa, karena gue juga nggak ngerti. Sedangkan kuliah seni atau desain, rata-rata orang yang milih pasti karena hobi, hobi gambar. Seumur-umur, gue belom pernah nemu orang yang kuliah Akuntansi karena dia hobi itung-itungan (bukan hobi kali ya, lebih ke minat prospeknya atau emang udah punya dasarnya). Maka dari itu, mahasiswa seni rupa atau jurusan gambar-gambaran lainnya harus banyak-banyak bersyukur udah boleh dan bisa kuliah yang sesuai sama passion. Makanya, makin kesini gue makin ngerti dan makin maklum kenapa temen-temen non seni dan desain seringkali melontarkan pertanyaan di atas.
Kalo dibalik, gue juga iri sama anak-anak non seni. Rata-rata kerjaannya jelas, gajinya lebih gede, dan dimengerti orang tua. Nggak semuanya sih dan nggak mutlak juga, tapi lebih dihargai dan dikenal lah dari kerjaannya anak seni (anggep aja kompensasi karena kuliahnya "enak, gambar doang"). Nggak percaya? Coba tanya aja orangtua lo, atau kakak lo deh, tau nggak apa itu seni grafis? Lebih ngerti mana sama geologi?
Ngomongin soal geologi, gue juga dulu suka sensi tiap ada yang ngira kalo Seni Grafis itu dan Desain Grafis itu sama. Tetot, beda banget meski Seni Grafis emang berperan besar di kelahiran Desain Grafis. Sementara itu, gue belom bisa bedain tiga jurusan ini yang ada di kampus gue: Geologi, Geofisika, dan Geodesi. Tiga-tiganya "Geo", jadi mungkin mempelajari bumi dan permukaannya. Tapi bedanya apa, gue nggak tau. Sama aja jadinya kayak temen-temen gue yang nggak tau bedanya Seni Grafis dan Desain Grafis.
Orang-orang ini butuh edukasi, bukan dinyinyirin. Selama kuliah, gue seriiiing banget nemu nyinyiran serupa (selain dari gue sendiri), yang intinya tentang anak non seni atau desain yang nggak ngerti kerjaan kita (cie kita). Kadang sampe dibikin postingan panjang atau komik segala, lho. Semuanya nyinyir atau ngeluh, tapi jarang ada yang bener-bener ngasih penjelasan. Oke kerjaan lo susah dan bernilai tinggi, tapi di bagian mana dan kenapa? Itu. Btw, ada yang pernah nge-post rumus harga satu karya desain dan menurut gue itu oke banget, tapi gue lupa dimana dan siapa jadi untuk sementara ini sila Google sendiri ya karena gue pun bukan anak desain hehehe.
Gara-gara semasa mahasiswanya suka gitu, kayaknya banyak yang egonya kebawa sampe ke dunia kerja. Jadi gue masuk satu grup Facebook yang isinya banyak pekerja-pekerja industri kreatif gitu, dan beberapa hari sekali ada aja postingan lowongan kerja yang sengaja dinyinyirin karena dirasa terlalu nuntut banyak untuk satu title lah, kurang menghargai profesi lah, apa lah (P.S.: yang bikin lowongan itu biasanya orang HRD). Beberapa emang bener, tapi gue merasa makin kesini makin banyak pekerja kreatif yang whiny. Mbok ya lebih bijak ajalah dalam nerima kerjaan atau klien, kalo keliatannya nggak cocok jangan dipaksain, kalo punya pilihan tapi tetep ngambil dan ternyata nggak sesuai ya telen aja, itu konsekuensi. Ada juga lho yang pake analogi lucu dengan ngebandingin dokter sama desainer, padahal kita semua tau kalo dokter resiko kerjaan dan yang dipertaruhkan sangat amat tinggi (nyawa orang, bos! Makanya sekolahnya paling lama). Desainer paling banter bikin desain misleading. Meski tetep bisa bikin kecelakaan (tergantung desain apa dan implementasi dimana), tapi resikonya keciiil, nggak ada apa-apanya sama dokter. Lo salah desain? Masih bisa ditarik trus direvisi, pait-paitnya paling jadi gunjingan di sosmed. Nggak lama bisa haha hihi lagi. Lo malpraktik? Nggak cuma digunjing di sosmed, lo bakal masuk berita nasional, dibawa ke meja hijau, dan selamat tinggal karir. Masih mau banding-bandingin kerjaan?
Intinya, jangan gede-gede banget lah pride-nya sebagai mahasiswa seni (atau desain). Kalo emang punya temen clueless seperti contoh-contoh yang gue sebutkan di atas, dibawa santai aja, nggak usah nyinyir apalagi dibikin komik (lol), kalo perlu jelasin baik-baik apa aja yang lo kerjain dan pelajarin. Siapa tau setelah dijelasin malah respect dan tertarik, ya toh? Karena most of the time, orang-orang ini bukannya sengaja meremehkan, tapi emang nggak tau gimana proses pembuatan karya anak seni atau desain yang ternyata nggak sesimpel yang mereka pikir, nggak tau apa patokan nilainya, dan lain-lain. Yang mereka tau selama ini, ya, produk jadi.
"Ya cari tau sendiri dong! Usaha kek." Perlu dua arah emang, tapi lo pernah nggak pas lagi senggang Googling soal Teknik Kelautan, kerjaannya apa, di mana, proses kerjanya gimana, dan patokan gaji mereka gimana? Gue sih nggak. Hahahaha. Kalo belom sama-sama ngerti kerjaan satu sama lain, jangan buru-buru marah deh.
Dan tentunya buat kalian yang berasal dari industri berbeda, tolong hargai kita ya hehehe.
No comments:
Post a Comment