Tuesday, May 12, 2015

Dikotomi Fandom

Anjir, judulnya pretensius banget ya. Making a good title is never my forte, so please let me know if you came up with a better suggestion for this piece.

Belakangan ini, film-film superhero makin banyak digemari. Padahal satu dekade lalu, waktu beberapa film superhero mainstream kayak franchise Batman, X-Men, Hulk, dan Spider-Man mulai bermunculan, hype-nya nggak segede sekarang ini (well, salah satunya mungkin karena kebanyakan film adaptasi superhero di masa itu rata-rata nggak bagus, kali ya). Coba liat sekarang; bahkan cewek-cewek remaja dan orang yang nggak baca komik-komiknya (termasuk gue, yang memenuhi kedua kriteria tersebut), suka film superhero. Dulu? Mana tertarik orang-orang yang nonton film secara kasual buat nyari tau lebih lanjut soal Spider-Man, ataupun menanti-nantikan film Batman selanjutnya. Again, gue nggak tau ini karena faktor kualitas filmnya apa gimana, tapi gue melihat peningkatan minat terhadap film dan komik superhero ini sebagai sebuah kemajuan. Mungkin berawal dari suka filmnya, kemudian mulai cari tahu soal cerita dan karakternya lebih jauh lewat internet, hingga menggaet dan mengantarkan fans-fans baru ini buat baca komiknya. Pada akhirnya, komik-komik ini akan diapresiasi oleh orang-orang diluar segmen pasarnya. Fandom meluas. Publisher senang dapet lebih banyak profit dari konsumennya yang meluas dan rela merogoh kocek buat beli merchandise/komik/tiket film franchise superhero favorit mereka. Which is a good thing for the industry.. Or so I thought.

But the longtime fans? Do they think the same?

Baiklah, gue nggak akan terlalu ngomongin soal industri dan perputaran duitnya, karena bukan kapasitas gue untuk ngomongin hal yang nggak terlalu gue tau. Yang mau gue omongin adalah.. Dikotomi yang ada di dalam fandom superhero sekarang. Ada fans lama; yang memang sejak kecil tumbuh bersama superhero-superhero ini dan dari dulu setia baca komiknya, ngikutin series-nya, nonton film-film jadulnya. Lalu ada fans baru; orang-orang yang baru 'melek' superhero sejak era Iron Man (2008) atau bahkan The Avengers (2012). Mereka mayoritas cuma ngikutin film superhero yang muncul sejak Iron Man tadi dan nggak terlalu mendalami, tapi banyak juga yang kemudian nyemplung ke dunia perkomikan dan jadi mendalami karena jatuh cinta sama film-filmnya. Gue pribadi tergolong di antara dua tipe fans baru ini, karena gue baru ngeseriusin film superhero ini sejak gue masuk kuliah, yang kemudian bikin gue nggak absen buat nonton film-film barunya sambil sesekali browsing lebih jauh soal cerita dan karakternya, nonton TV series-nya, ataupun ngintip komiknya.

Dan layaknya old fandom lainnya, keberadaan 'fans lama' dan 'fans baru' ini nggak jarang menimbulkan sentimen-sentimen tertentu, entah buat produknya ataupun fans-nya sendiri. Ambil contoh, fandom Studio Ghibli. Beberapa waktu lalu, skena Twitter lokal sempet rada panas gara-gara ada seorang Twitter user dengan followers enam digit (I refrain from using the term 'selebtwit', but now you know) yang menulis seakan dia adalah fans berat Studio Ghibli, kontradiktif dengan tweet lamanya yang menyatakan kalo dia ngantuk waktu nonton salah satu filmnya. Ya, seperti yang lo duga, para fans lama jelas langsung menertawakan dan mencibir orang ini rame-rame, nganggep dia poser layaknya fans-fans baru yang suka membuat klaim berlebihan soal produk fandom-nya di medsos, padahal dia baru tau beberapa aja dan (kayaknya sih) nggak bener-bener suka.

Jangankan fans baru versus fans lama deh, sesama fans baru pun kadang suka saling sensi. Ini pengalaman pribadi gue sih, sebenernya. Jadi, waktu nonton Avengers: Age of Ultron (2015) kemaren, gue duduk di depan seorang cewek. Kenapa gue tau? Karena.. Selama film berlangsung dia beberapa kali berisik ngobrol sama temennya. Gue waktu itu sempet mikir, "Oh, orang ini ngerti Avengers?" sampai akhirnya mid credits scene diputar, Thanos muncul dan dengan heboh (serta pedenya) cewek ini bilang, "Itu Odin kan?!?!?!?"



..Gue mau facepalm, tapi kemudian gue inget kalo beberapa tahun sebelumnya gue pun nggak tau siapa bapak-bapak ungu di end credits The Avengers sebelom dikasitau temen gue yang geek dan gue inisiatif Googling.

Selain contoh-contoh yang gue sebutin di atas, masih banyak sentimen-sentimen lain, kayak contohnya "cewek-cewek pada suka gara-gara aktornya pada ganteng aja" dan "overhyped banget sih film ini, banyak fans baru yang nggak tau apa-apa sih". Ya, kebanyakan nyinyiran itu datengnya dari fans lama memang, tapi lucunya, yang gue liat dan yang gue baca dari sebuah artikel (lupa darimana, maaf) film-film superhero sekarang ini justru dibuat untuk fans-fans lama yang mungkin sekarang usianya udah 30an. Kenapa? Coba tengok artikel tentang review ini. Jangan lupa baca juga komen pertama di artikel tersebut. Cukup menggambarkan? Ya, fans-fans baru mungkin nggak tau siapa itu Scarlet Witch, Quiksilver, dan Vision yang baru dimunculkan sekarang, nggak tau apa itu Infinity Stones, dan mungkin nggak tau juga siapa aja itu Suicide Squad dan apa maksud dibentuknya. Buat fans baru, beberapa film superhero ini rada segmented, tapi kadang buat fans lama, justru beberapa film superhero ini overhyped (mungkin nggak memenuhi ekspektasi mereka yang udah baca komik-komiknya duluan). Bahkan seorang longtime fans yang gue kenal bilang kalo fenomena ini nggak adil, karena di saat dulu dia suka superhero nggak ada orang lain yang suka juga dan bisa diajak ngobrol, eh sekarang semua orang suka.. Tapi dia tetep nggak bisa ngajak ngobrol fans-fans baru ini karena wawasannya jauh lebih luas dan bisa-bisa dianggap terlalu geeky.

I'm in no place to say this, but here's my advice: calm your tits down, both of you longtime fans and new fans. Ini berlaku buat semua fandom, lho. Oke, memang ada masanya saat gue menjadi longtime fans di suatu fandom lalu tiba-tiba banyak fans baru bermunculan dan hobi berkoar-koar soal kesukaannya terhadap produk fandom ini (padahal kayak yang gue bilang tadi; belom tau banyak dan belom tentu beneran suka), gue akan menyebut mereka poser dan menggunjingkan kelakuan mereka sama sesama temen gue yang juga longtime fans. Tapi makin kesini gue makin merasa that it was pointless and it made me sound like a dick slash elitist fan, karena seperti kata seorang senior gue: at one point of our lives, we were once posers. Mungkin tanpa sadar, waktu baru kenal Studio Ghibli dulu misalnya, kelakuan gue poser banget; nge-like page FB film-film Ghibli, masang wallpaper Ghibli, ngebacot soal Ghibli di medsos dan lain sebagainya, padahal jumlah film yang udah gue tonton baru bisa diitung dengan sebelah tangan. Tapi menurut gue sih gapapa selama 'kelakuan poser' ini bisa mengarahkan kita buat mencari tau lebih banyak soal fandom tersebut, mendalaminya, hingga pada akhirnya bener-bener suka dan tanpa sadar kita jadi longtime fans. Toh, kalo kebetulan 'poser' ini niat dan rela ngeluarin duit lebih buat beli merchandise dan produk aslinya (meskipun tujuan awalnya cuma buat pamer) justru bikin dia lebih baik daripada yang mengaku fans lama tapi selalu mengonsumsi produk bajakannya dan nggak ngasih kontribusi apa-apa kepada fandom yang katanya sih sangat disukai, setidaknya secara finansial.

Lagian, fandom yang tidak berkembang = duit mandek = produksi berkurang. Hasilnya? Bisa tau-tau berhenti produksi atau malah langsung gulung tikar. Menurut gue lagi nih ya, fans yang baik adalah fans yang membiarkan fandom-nya berkembang, dan dengan senang hati mau 'menebarkan ajaran' sehingga lebih banyak orang yang tertarik atau seenggaknya terbuka matanya soal fandom ini. Kalo emang lo suka dengan sesuatu, harusnya lo nggak usah peduliin kelakuan poser selama nggak memberi pengaruh negatif secara langsung, fokus aja buat mendalami hal tersebut dan 'menebarkan ajaran' tadi. Tapi ya, gue ngerti banget sih kecemasan fans-fans lama yang khawatir produk fandom-nya bakal berubah ke arah yang tidak menyenangkan (baca: masuk ke jurang kapitalisme) demi menyesuaikan kebutuhan fans-fans baru yan sebenernya belom banyak tau apa-apa. Hal kayak gini biasanya terjadi di industri musik sih, dimana style dan genre musik yang dibawakan seorang musisi atau band harus senantiasa ngikutin jaman kalo nggak mau tenggelam. Mungkin lo bisa survive dengan mempertahankan nilai-nilai lama lo dan 'hanya' mengandalkan fans lama, tapi ya itu, lo bakal susah berkembang dan bersaing di industri tersebut. Walau ada juga orang-orang yang make alesan ini sebagai excuse buat jadi fans lama elitis yang ceritanya berusaha mempertahankan eksklusivitas fandom-nya padahal ujung-ujungnya cuma buat ngasih makan ego or for the sake of their fandom being 'obscure and cool'.



The bottom line is.. Fandom is not a friggin' competition. Stop dissing other fans. Instead, gather 'round together and fight for the same cause, make the products even better. After all you have one thing in common: an interest for certain things. What makes it different is that level of interest. Now, I don't expect us to holding hands while singing Michael Jackson's Heal The World, but at least have some decency to: 1. Stop being a prick who constantly bitching about how much the fandom has changed or being rude to newcomers, and 2. Actually research your so-called favorite movie/comic/book/musician/game/whatsoever, so that you get to know 'em better and don't end up like a total poser.

It is not that hard, right guys? :-D