Friday, January 20, 2012

1024x768 px

Gue tau taun baru udah lewat hampir sebulan, tapi nggak ada salahnya ngomongin resolusi sekarang, 'kan? :)

Pertama-tama, sebelom nambahin resolusi buat tahun ini alias taun 2012, mari kita review sedikit tentang resolusi 2011 gue dulu..



- Jadi orang yang lebih baik (sebisa mungkin untuk semua orang). Ini sih nggak cuma gue doang ya yang mau, semua orang juga mau hehe.
Ini sebenernya harusnya orang lain yang menilai, tapi kalo dari opini pribadi gue, gue masih nggak berhasil dengan resolusi yang satu ini. Jauh dari kata berhasil malah.

- Lulus SMA dengan nilai yang memuaskan. Berlaku juga buat seluruh angkatan gue.
Berhasil diwujudkan :D angkatan gue lulus 100%, nilainya juga meningkat dari angkatan sebelumnya.

- Keterima di FSRD ITB.
Alhamdulillah ini juga berhasil diwujudkan.

- Ngurangin makan (apalagi makan makanan yang nggak sehat dan berlemak), perbanyak olahraga. Sumpah ini dari tahun lalu kok nggak jalan ya T_T
Hahahaha, ini sih nggak usah ditanya. Belum ada perubahan pada pola makan dan nafsu makan gue, bahkan setelah gue ngekos. Gue masih suka makan yang nggak sehat (ngekos dan jajan sembarangan itu korelasinya kuat sekali). Kalo olahraga.. Gue jadi agak rajinan di Bandung. Pas di Jakarta gue nggak pernah olahraga kecuali pas pelajarannya, eh di Bandung gue jadi terpanggil untuk lari pagi di Saraga tiap weekend dan membiasakan diri buat jalan kaki (soalnya di Bandung kemana-mana deket sih).

- Ketemu banyak orang baru yang asik, terus temenan deh. Make enemies is so last year yakan. *tsaaaah!*
Berhasil, karena gue sekarang berada di lingkungan baru. Kalo make enemies.. Hmmm nggak tau deh ya.

- Main the Sims 3. Sampe detik ini gue belom pernah nyoba, ihik :">
Belom kesampean! :'( *pukpuk diri sendiri*

- Ngurangin galau.
Berhasil nggak yaaaa? Entahlah hahaha. Tapi kalo galau akademik kayaknya sering deh,

- Bisa gambar dan nulis dengan lebih baik. Peningkatan skill itu harus :D
Sepertinya sih berhasil.. Biar orang yang menilai kali ya :|

- Punya pacar. Kalo bisa dia hehehehehehehehehehehehehehehe.
'Punya pacar'-nya sih berhasil. 'Kalo bisa dia'-nya enggak, hehe. Tak apalah, jadi cerita lama aja. Yang penting sekarang udah punya yang lebih baik :3

Kesimpulannya, dari 9 resolusi yang gue buat tahun lalu, yang tercapai baru sekitar 4-5. Biarlah resolusi sisanya yang belom tercapai jadi resolusi tetap buat tahun ini yah.

Nah, kalo ini resolusi tambahan gue buat 2012:

- Kurangin prokrastinasinya. Ini. Penting. Banget.
- Masuk DKV atau Seni Grafis. Jujur gue jadi galau soal jurusan, semoga salah satu diantaranya adalah yang terbaik buat gue, dan gue bisa masuk situ.
- Punya scanner dan/atau tablet. Udah cukup menanggung malu nge-scan gambar di warnet.
- Langgeng sama *uhuk* pacar yang sekarang.
- Bikin dinding kamar kos jadi 'good-looking' :p
- IPK 3 koma. (Oke ada yang bilang seni bukan ditentukan oleh angka, tapi apa salahnya bawa oleh-oleh manis buat orangtua)
- Proyek beres semua.
- Nyobain beef bowl-nya Yoshinoya dan curry rice-nya Mr. Curry. Hahahahaha

Apakah sederetan resolusi diatas akan tercapai..? Nantikan jawabannya awal tahun 2013, hahaha (insya Allah kalo belom kiamat)

Dan terima kasih untuk 2011 serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. 2011 ternyata memang tahun saya. Kalian batu! \m/

btw gue juga tau judul postingannya jayus, maap yak

Thursday, January 5, 2012

"Kata Mereka Tentang ITB"

Jadi ceritanya hari ini saya lagi leyeh-leyeh di kasur sambil browsing di laptop (baca: online twitter, buka yutub, blogwalking), ketika tak sengaja mata saya menangkap satu tweet orang yang cukup provokatif. Bacaannya begini;

"@Outstandjing: Pendapat rekruter tentang anak ITB: sombong, besar omong, dan kaku. http://bit.ly/xwfogk"

Awal saya baca, sebagai anak ITB saya agak tersinggung juga.. Apaan nih? Kata siapa anak ITB kayak gini? Jelas, dalam hitungan menit, hal tersebut sesaat menjadi topik hangat di twitter. (apalagi kalo yang ngomongin akun-akun ber-followers ribuan semacam @Oustandjing, @jonathanend, @miund dll. :p)
Tapi, setelah menelusuri linimasa beberapa orang yang mengutarakan opininya mengenai hal tersebut dan membaca isi link diatas, barulah saya 'ngeh' kalau postingan tersebut ditulis semata-mata bukan untuk menghina atau menjatuhkan lulusan ITB tanpa dasar apa-apa, tapi bisa dibilang merupakan feedback.

Nih, saya copas langsung dari sumbernya aja ya bagi yang males ngeklik.

"Disclaimer:
Tulisan ini merupakan hasil observasi sebagai Rekruiter selama 4 tahun terakhir. Mohon jangan digeneralisasi. Kalau ada yang tersinggung, mohon maaf ya!



Adalah sebuah rahasia umum di mana terdapat berbagai tipe pekerja berdasarkan tempat belajarnya. Anak UGM dikenal lugu, tidak neko-neko, dan rendah hati. Anak UI dikenal fleksibel dan cepat belajar. Anak ITB dikenal sebagai 'pemikir makro', besar omong, dan kaku luar biasa. Apakah stereotipe ini benar adanya? Saya tidak berani mengamini dengan sepenuh hati karena belum melakukan penelitian secara ilmiah. Dari pengamatan yang saya lakukan selama rentang 4 tahun belakangan (dalam kapasitas sebagai head-hunter, pastinya), beberapa karakteristik dapat saya verifikasi. Anak UGM memang terbukti lugu, tidak ambisius; anak UI dengan fleksibilitasnya, dan anak ITB dengan kekakuan dan kesombongannya. Hal terakhir ini yang ingin saya angkat. Kenapa? Karena karakteristik ini sangat menonjol dan sangat mengganggu proses rekrutmen.

Tidak hanya ITB junior, tapi para senior ITB juga terjangkit virus kaku dan sombong ini. Kekakuan yang mereka tunjukkan dapat saya maklumi karena mereka adalah orang-orang teknik. Secara ilmiah, sudah pernah dibuktikan bahwa ilmu-ilmu eksak, terutama teknik memang membentuk pribadi yang kaku. Selanjutnya, virus sombong. Pernah dengar cerita Narcissus? Saya yakin pernah. Dan inilah penyakit akut yang menjangkiti (hampir) seluruh anak ITB.

Hampir semua anak ITB yang saya temui memiliki gejala self-oriented yang begitu tinggi. Bukan sekali atau dua kali saya menemui anak ITB yang berbicara tentang prestasi dan mimpi mereka. Mimpi atau cita-cita biasanya diskalakan dalam ukuran makro: "Proyek....Nasional," "Se-Indonesia." adalah kata-kata yang sering saya dengar. Diucapkan dengan mimik muka luar biasa yakin dan nada tinggi. Ketika bicara soal jejaring, mereka selalu mau menjadi "yang kenal dengan..." (Biasanya orang-orang terkenal, minimal menteri). Mereka juga bukan anggota tim yang baik karena selalu mau menang sendiri. Hal ini biasanya terjadi dalam lingkungan kerja non-ITB. Yang terakhir, mereka adalah pemuja diri sendiri.

Appraisal bagaimana yang mereka lakukan? Begini kira-kira contohnya:
Jumat lalu saya menemui seorang kandidat, lulusan ITB. Ketika saya tanya soal prestasinya dia berulang kali menekankan hal-hal berikut:
(1) Pencapaian nilai kimia yang sempurna (100) di mana hanya terjadi 5 tahun sekali, orang satu2nya di antara 1,400 mahasiswa lain (diulang 3 kali)
(2) Pemimpin yang sangat baik, excellent! (diulang minimal 3 kali)
(3) Sangat bisa segalanya.
(4) Semua orang kenal saya.
(5) Ada lowongan regional manager Asia tapi tidak diambil dan kalaupun dia yang maju, sekitar 98% kemungkinan dia pasti jadi (diulang 2 kali)



Dan hal-hal tersebut diceritakan berulang-ulang, dengan berulang kali penghentian kalimat pada bagian2 tertentu. Hal ini untuk memberi efek penekanan dan pujian (Serius, dia mengharapkan itu). Perilaku yang ia tunjukkan selama wawancara adalah "You listen to me, and answer my questions. dedicate your time for me. You need me." Ketika saya bertanya apakah dia ada pertanyaan mengenai proses maupun klien saya, dia hanya mengajukan beberapa pertanyaan. Lucunya, ketika saya menutup wawancara dengan dalih ada urusan lain, dia malah bilang "Oh pantesan ibu buru-buru. Jadi kapan saya bisa tanya2 ibu lagi?" (Lhoh??) Setelah itu dia masih berusaha nyerocos menceritakan kehebatannya di konteks pekerjaan.

Baiklah, saya tidak ada masalah dengan kandidat yang menceritakan prestasi kerja. Saya malah senang. Soalnya orang Indonesia cenderung menggunakan "Kami" dan malu-malu jika saya minta cerita soal prestasi kerja. Tapi ketika hal tersebut diceritakan dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong dan penuh keyakinan, hal tersebut jadi memuakkan. Kandidat lain yang juga adalah alumni ITB dengan kepercayaan diri luar biasa menjual gelar S2 yang ia dapatkan di Jerman untuk meminta gaji tinggi. Tidak tanggung-tanggung, cukup EUR 5,000. Iya, EURO, bukan Dollar. Per tahun? Tidak, per bulan. Katanya, standar gaji S2 di Jerman segitu. Oh, Tuan Pintar, sebaiknya kamu ke Jerman aja, jangan di sini.

Teman saya yang lulusan ITB lain lagi, nggak mau kerja. Mau wirausaha. Sayangnya, karena tidak memiliki pengalaman, ia berulang kali gagal. Ia tidak mau belajar dari pengusaha yang sudah maju, memilih produk2 jualan yang kurang komersil, dan tidak memiliki jejaring yang mendukung. Pikirannya sempit, tidak tahu medan yang ia masuki tapi sombongnya luar biasa. Hmmm.Ini adalah hal lain yang masuk virus Narsisus, menghargai diri begitu tinggi sampai tidak memperhatikan standar yang ada. Tidak hanya soal gaji, soal kerjaan pun mereka sangat pemilih. Hanya mau perusahaan A, B, atau C. Kalau tidak, mau kerja sendiri karena mereka terlalu 'bagus', over-standard untuk bekerja dalam sebuah organisasi.

Pertanyaan saya:
Ada apa sebenarnya dengan para alumni ini? Apa sebenarnya yang diajarkan di ITB? Kenapa para lulusannya memiliki kesombongan terprogram - yang secara kolektif terjadi?. Kalau yang saya dengar, ini berasalah dari 'cuci otak' pada masa plonco. Sumber lain mengatakan ini juga berasal dari persaingan internal ITB yang tidak sehat. Semacam seleksi alam, di mana sang pemenang akan menjadi sangat berkuasa. Sifat inipun kemudian terbawa ke kehidupan kerja. Tapi ini baru asumsi dan opini sekelumit orang, saya tidak berani mengatakan hal tersebut memang terbukti.

Jika ada yang membaca ini dan termasuk alumni ITB yang menyangkal, ya nggak papa juga. Kan di awal sudah dikatakan bahwa ini adalah hasil observasi saya selama bekerja sebagai Head Hunter. Saya cuma mau berpesan: Janganlah jadi Narsisus. Kami sudah tahu anda hebat, tetapi tidak perlu membesar-besarkan kehebatan anda. Kami tahu persis anda pintar, dan mungkin terpintar se-Indonesia. biarkan prestasi anda yang bicara. Kalau tidak bisa se-Indonesia, jadi paling pintar se-Bandung saja masih oke kok. Jangan biarkan imej yang melekat di ITB adalah Produser Narsisus. Sudah cukup banyak Narsisus di negeri ini.



Salam,
Satrio Madigondo.-"


Gimana? Ini kritik dari 'orang luar, lho. Buat calon maupun lulusan ITB, ini layak sekali dijadikan bahan renungan.

Tidak lama setelah membaca postingan diatas, saya menemukan postingan lain yang menarik dan ternyata sudah lama ditulis (tahun 2007). Kali ini dari @miund, alumni SR ITB jurusan Desain Interior (bener kan ya?). Coba disimak, kali ini dari alumni ITBnya sendiri dan disampaikan dengan gaya yang jauh lebih santai. Berhubung nggak bisa klik kanan di webnya, jadi sok atuh langsung aja baca dimari :)

Pasti ada yang setuju, nggak setuju, atau apatis sama isi tulisan-tulisan diatas. Itu wajar. Saya pun nggak 100% setuju karena saya tahu nggak semuanya kok lulusan ITB seperti itu. Entah muncul pandangan seperti itu karena memang faktanya ITB merupakan kampus teknik yang mayoritas orangnya dari dulu berkarakteristik sama apa gimana. Ada juga yang bilang, di dunia kerja semua bakal jadi 'sombong', terutama saat interview. Tapi sekali lagi, yang namanya udah jadi stereotipe, ya semua terlanjur kena. Mungkin waktu kuliah belum kelihatan, tapi begitu nanti lepas jenjang perguruan tinggi, who knows? Pilihannya ada dua; mau ikut stereotipe orang apa enggak? :)

Jadi inget lagi sisipan tulisan di akhir isi link pertama..

PS : "Kritik akan membuatmu besar kawan, sedangkan pujian yang berlebihan hanya akan membuatmu lupa diri."