Tuesday, February 26, 2013

Hasil Renungan di Kamar Mandi

"Kamu nanti mau jadi apa?"

Pertanyaan itu mungkin nggak hanya gue, tapi tiap orang terutama yang masih muda pasti pernah ditanyain pertanyaan yang sama. Bahkan sejak kecil pun kita udah ditanya, "cita-citanya mau jadi apa?" Lalu dengan cepat dan bangganya kita menyebutkan satu profesi, dimana jawaban yang paling mainstream adalah dokter, polisi, pemain bola, astronot, dan lain-lain. Dulu gue jawab, polisi. Karena waktu itu polisi wanita tampak keren di mata gue. Lalu suatu ketika berubah lagi menjadi ibu rumah tangga, karena menurut gue ibu rumah tangga tampak nyantai, tapi pekerjaan yang mulia. Terakhir, waktu SD lupa kelas berapa, gue pernah menulis ingin menjadi seorang drummer. Ya, karena waktu itu gue baru dapet banyak influence musik, terutama band-band semacam Linkin Park, Blink 182, Simple Plan, dan Good Charlotte, yang bikin gue makin pengen bisa main musik. Dan entah kenapa, menurut gue, drummer adalah yang paling keren dan asik. Sayang, 'cita-cita' gue ini pada akhirnya cuma jadi wacana dan mimpi impulsif belaka karena gue nggak pernah belajar musik ataupun punya alatnya. Alasan lebih tepatnya sih, mungkin karena passion gue kurang kuat dan gue cuma mau keren-kerenan aja.

Setelah itu, cita-cita gue berubah terus-terusan. Pernah penulis, pernah sineas, pernah diplomat, pernah kerja di penerbitan buku, pernah kerja di advertising, pernah ilustrator. Yang terakhir, ilustrator, muncul setelah gue mantap pengen kuliah di FSRD ITB, dan ternyata dapet, alhamdulillah. Lalu entah kenapa, setelah kuliah disana dan masuk jurusan, justru gue bingung mau jadi apa.

Seniman kah? Akademisi kah? Tetap ilustrator kah? Atau pekerjaan lain? Lho, mana keteguhan dan passion yang gue punya dua tahun lalu?

Di sisi lain, temen-temen gue tampak udah banyak yang menetapkan cita-citanya. Desainer grafis, animator Pixar, desainer mobil merk ternama, ilustrator, seniman, kurator, fashion designer, direktur utama, akuntan, diplomat, tentara, kerja di perusahaan migas asing.. Macem-macem deh. Mereka keliatan punya visi yang jelas soal masa depan mereka itu. Sedangkan gue, di usia yang  menginjak kepala dua tahun ini, masih mencari, meraba-raba masa depan gue. I really don't have any idea. Padahal,  dua tahun lalu gue pernah merancang yang namanya dreamscape, yaitu semacam timeline mimpi gue dimana gue menulis target-target gue di usia tertentu, misalnya di usia segini gue udah jadi ilustrator tingkat dunia, di usia segitu gue melahirkan anak kedua, dan seterusnya sampe gue mati. Lalu setelah gue liat-liat lagi, gue mikir. Kok rasanya kurang sreg. Kok rasanya gue jadi pesimis (atau realistis?) gini. Entahlah. Gue sempet berpikir pengen jadi copywriter, tapi bahkan gambaran gimana kerjanaya dan skill yang dibutuhkan pun gue masih kurang banget (itu sebenernya lahan lulusan DKV). Intinya, di usia segini, gue masih belom tau mau jadi apa.

Di samping soal cita-cita, banyaaak banget dalam diri gue yang perlu banget gue benahi. Sederhananya, biar gue bisa jadi 'orang'. Gue pernah berpikir, alangkah indahnya kalo hidup gue berhenti (bukan dalam artian mati, tapi selamanya disitu, kayak Peter Pan) di usia 18 atauu 19 tahun.. Dan gue sadar sekarang, itu kekanak-kanakan banget. Gue hanya takut menghadapi masa depan. Gue hanya takut menghadapi banyaknya tanggung jawab yang akan dan harus gue pikul sebagai orang dewasa, sebagai bagian dari masyarakat. Gue takut. Dan dengan takutnya gue, gue nggak akan bisa maju dan merancang masa depan gue sendiri, gue sadar itu.

Sebenernya gue udah tau apa yang harus gue lakukan sekarang; membenahi diri gue dan mengikis ketakutan-ketakutan gue. I'm still working on it, and will always be. Beruntunglah kalian yang masih punya passion dan keinginan yang kuat, dan kini sedang semangat mengejar masa depan kalian. Buat yang masih kayak gue, bergegaslah.

Karena, kalo kata om-om The Rolling Stones, time waits for no one.

No comments: